Jumat, 05 November 2010

Menemukan Geometri melalui Bunyi dan Arsitektur

Anastasya Yolanda
“John Cage wrote that music of the past was dealing with conceptions and their communication, but the new music being create has nothing to do with the communication of concept, only to do with perception.”
Berdasarkan pernyataan John Cage, saya mengintepretasikan musik sebagai sebuah bunyi karena musik merupakan komposisi bunyi. Apakah seluruh bunyi baru yang tercipta melalui instrumen musik tidak mengkomunikasikan konsep tertentu? Saya mencoba melihat fenomena ini pada salah satu bagian pendukung sebuah instrumen musik yaitu simbal. Simbal adalah sebuah piringan pada alat musik drum. Sepanjang pengetahuan saya simbal hanya mengeluarkan bunyi yang nyaring, tetapi pada kenyataannya bunyi yang dihasilkan oleh alat ini lebih kaya, mulai dari bunyi dengan nada rendah sampai nyaring, bunyi tradisional sampai modern. Seluruh bunyi yang dihasilkan oleh simbal melalui proses pencarian yang panjang. Hampir serupa dengan salah satu proses yang dilalui untuk menghasilkan sebuah arsitektur baru.


Sumber: Blanchard, 2006

Proses penemuan bunyi diawali oleh sebuah ide yang dapat terinspirasi kapan pun melalui pengalaman apa pun termasuk penginderaan. Ide kemudian diterjemahkan kedalam material tertentu dengan berbagai teknik. Setelah itu proses modifikasi bunyi dilakukan untuk mencari bunyi yang tepat. Ketika ide awal berkembang menjadi konsep bunyi tertentu, maka berbagai kemungkinan dapat dikembangkan mulai dari bentuk, dimensi, dan tekstur. Jika bunyi yang tepat telah ditemukan dikembangkan menjadi prototype untuk diuji. Proses penemuan ide sampai dengan pengembangan menuju konsep juga dilakukan secara sadar maupun tidak sadar ketika membuat suatu rancangan arsitektur. Tahap ini merupakan tahap yang terpenting karena pada tahap ini semua ide dan gagasan bebas dikembangkan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang inovatif diluar prediksi awal.


Sumber: Blanchard, 2006

Tahap-tahap selanjutnya merupakan teknis pembuatan sampai menghasilkan produk jadi. Menurut kutipan dari Don Famularo berikut: “It’s where science meets expressive art.”
Tahap teknis diawali dengan melelehkan material seperti perak, emas, atau kuningan untuk kemudian dicetak kedalam bentuk tertentu. Selanjutnya cetakan dipanaskan kembali untuk diatur dimensinya antara lain ketebalan dan diameter, tetapi masih berupa cetakan kasar.


Sumber: Blanchard, 2006

Setelah terbentuk dimensinya, proses rancangan dimulai. Piringan yang masih mentah akan diberi profil dan bentukan yang menghasilkan suara sesuai dengan konsep awal. Profil dan bentukan dapat diperoleh dari pemberian tekstur dengan cara manual yaitu diukir. Selanjutnya piringan dibentuk dengan cara dipotong dengan alat untuk menghasilkan ketepatan bentuk dan dimensi. Apabila piringan simbal selesai diuji coba dan sesuai dengan konsep, maka simbal akan diberi logo dan dipasarkan.

Penjabaran singkat tentang proses teknis di atas dimasudkan untuk memberi gambaran bahwa musik merupakan bentuk dari komposisi bunyi yang merambat melalui gelombang udara sehingga sampai ke telinga pendengar (Martin, 1994). Sedangkan bunyi dapat diciptakan dan dikembangkan hanya dari sebuah konsep dan persepsi penciptanya. Setelah kualitas bunyi yang diharapkan tercipta, maka bentuk yang bisa berupa geometri (geometrical shape) kemudian tercipta. Begitu pula yang terjadi pada arsitektur. Sebuah ide melahirkan konsep keruangan yang akan dikembangkan. Kualitas keruangan yang hendak dicapai yang akhirnya memberi jalan lahirnya sebuah geometri.
Musik dan arsitektur dapat mempengaruhi satu dengan yang lainnya, tetapi dapat juga berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu masing-masing. Saya tidak mengetahui secara pasti apakah musik ataukah arsitektur yang lebih dulu menerapkan berbagai tahap di atas, akan tetapi keduanya memiliki filosofi yang sama meskipun berdiri masing-masing sebagai disiplin yang berbeda.

sumber : http://arsitektur.net/2008-2/menemukan-geometri-melalui-bunyi-dan-arsitektur

Tidak ada komentar: